Intertisial

ca-app-pub-2058944825836821/5395436642

Sabtu, 02 Mei 2020

Sejarah wiro sableng kapak geni 212

Menanti Kebangkitan Wiro Sableng

Wiro Sableng bukan nama aneh bagi penggemar novel populer di era 80-an hingga pertengahan 1990-an. Hampir semua remaja bahkan dewasa kala itu asalkan tidak buta huruf yang membaca novel karya Almarhum Bastian Tito yang  menceritakan sepak terjang seorang pendekar sakti tampan namun sayang bertingkah aneh seperti orang gila. Uniknya, berkat kegilaannya itulah Tokoh Kita ini menyembunyikan kesaktian dan kecerdasannya dalam memahami Filosofi hidup.

Pria Urakan yang pada dasarnya pendiam ini diasuh dan dibesarkan oleh seorang pendekar perempuan sakti bernama Sinto Gendeng yang nama aslinya adalah Sinta Weni. Di bawah asuhan Sinta Weni inilah Wiro Sableng yang memiliki nama asli Wira Saksana tumbuh menjadi pendekar yang memiliki ketinggian ilmu kanuragan yang sulit dicari tandingannya. Selain itu Wiro Sableng juga memiliki kecerdasan dalam memahami materi-materi falsafah terutama Falsafah Jawa yang bersumber dari ajaran serat-serat tanah Jawa, dan ketika merantau ke Andalas (baca: Sumatera) Wiro Sableng menambah kegilannya dengan belajar dari seorang pendekar sakti yang masih satu perguruan dengan Sinto Gendeng, yaitu Tua Gila dari Andalas. Dan di pusat bumi Andalas yang dikenal sebagai Ranah Minang, Wira Saksana belajar falsafah kesusasteraan Melayu, terutama falsafah Minang.

Dalam novel berseri tersebut juga diceritakan bahwa sebenarnya antara Sinto Gendeng dan Tua Gila dari Andalas adalah sepasang kekasih yang sama-sama murid Ki Gede Tapa Pamungkas. Sayangnya mereka saling terpisah jauh sehingga Sinto Gendeng tidak pernah menikah sampai usia tua. Itu pulalah sebabnya Sinto Gendeng dan Tua Gila tak memiliki  keturunan sehingga kasih sayang mereka tumpah ruah kepada Wiro Sableng. Sementara bagi seorang Wiro Sableng, tumpahnya kasih sayang dari dua orang sakti ini menjadikan dirinya tinggal menampung limpahan ilmu keduanya sehingga menjadi pendekar nomor 1. Apalagi Sinto Gendeng mewariskan sebuah pusaka maha dashyat Kapak Maut Naga Geni 212, maka makin tak tertandingilah kesaktian si Wiro yang sableng ini.

Serial Wiro Sableng bukan hanya tertulis dalam novel saja. Ada beberapa film dengan judul sama pernah dibuat pada tahun 90an, dan juga pernah dibuat sinema elektronik (sinetron) dan memiliki rating tinggi untuk setiap penayangannya. Boleh jadi Wiro Sableng menjadi idola anak-anak dan ramaja pada saat itu.

Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 ini selain telah menaikkan nama pengarang lokal Bastion Tito dalam deretan Penulis Best Seller, juga memperkenalkan tokoh fiksi lokal Wiro Sableng yang seolah pernah hidup di alam nyata,  ditambah nilai lebihnya yang mampu mengangkat nilai budaya dan kearifan lokal Nusantara. Dengan ditayangkannya Serial sinetron Wiro Sableng di layar kaca stasiun TV Nasional, Indonesia dapat

membanggakan kelincahan, kecekatan dan ketangkasan silat sebagai seni bela diri asli bangsa Indonesia. Memang rata-rata pemeran dalam sinetron Wiro Sableng memiliki basic silat, terutama silat Setia Hati (SH) Teratai yang kerap diperagakan oleh Kenken Si Pemeran Wiro Sableng.

Novel Wiro Sableng bukan hanya mengajak pembacanya berfiksi ria, tapi dengan kecerdasannya yang luar biasa Bastian Tito memasukkan unsur sejarah sebagai setting dalam karangan novelnya. Lihat saja dalam beberapa judul serial Wiro Sableng, Bastian Tito mengajak pembacanya mengarungi sejarah berdirinya Kerajaan Kediri, Singosari hingga Majapahit dan dengan kecerdasannya meramu kisah menjadi fiksi sejarah sehingga penggemarnya sedikit banyak memiliki pengetahuan tentang sejarah Kerajaan Kediri, Singosari dan Maja Pahit.

Bukan itu saja, Pembaca juga diajak mengetahui budaya dan sejarah tanah Sumatera terutama kerajaan Pagaruyung. Itulah sebabnnya penggemar Wiro Sableng memiliki pengetahuan sejarah-sejarah kerajaan besar di Nusantara berikut nama-nama tokoh yang meski ada yang diplesetkan, tapi tidak terlalu jauh.
Menguak kejayaan novel di era itu yang penuh dengan nilai-nilai dan mengenalkan budaya asli Indonesia, rasanya saat ini sulit kita dapati lagi. Anak muda sekarang lebih banyak disuguhi cerita fiksi dengan latar belakang khayal yang tak memuat nilai sejarah dan budaya Indonesia, dan sekalipun ada, persentasinya sangat sedikit dan tidak menjurus. Hal ini membuat Budaya Indonesia sedikit demi sedikit tidak dikenali lagi oleh anak-anak jaman sekarang.
Kita berharap akan muncul lagi penulis-penulis fiksi yang mampu mengangkat kekayaan budaya dan sejarah Indonesia dan digemari khalayak selayaknya Wiro Sableng, sehingga anak bangsa ini tidak harus meniru dan membanggakan budaya negeri lain seperti China, Korea atau Eropa. Kita ingin Wiro-Wiro baru muncul di kembali di negeri ini untuk mengajak kita menjelajahi luasnya Nusantara yang kaya dengan sejarah dan budaya termasuk kaya ajaran kearifan Lokal.

Berikut saya sajikan bio data Tokoh Fiksi Wiro Sableng untuk sekedar mengingatkan kepada kita bahwa kita pernah memiliki pendekar sakti bernama asli Wira Saksana yang panggilannya adalah Wiro Sableng; lahir di Desa Jatiwalu; beragama Islam dengan orangtua pasangan Raden Ranaweleng dan Suci Bantari; memiliki guru Sinto Gendeng (Guru Utama), Tua Gila, Datuk Rao Basaluang Ameh dengan Kakek Guru  Kiai Gede Tapa Pamungkas. Wiro memiliki gelar: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, Pendekar Gunung Fuji, Ninja Merah (Gelar waktu berkelana di Jepang), Kesatria Panggilan (Gelar waktu terperosok di Bhumi Mataram). Senjata : Kapak Maut Naga Geni 212 (Senjata Utama), Batu Hitam 212, Bintang 212, Cakra Dewa Jantan. Pukulan Andalan : Pukulan Sinar Matahari. Kitab yang pernah dipelajari adalah Kitab 8 Sabda Dewa dan Kitab 1001 Pengobatan. Musuh Bebuyutan  Wiro Sableng adalah Pangeran Matahari. Nama kekasih : Bunga, Bidadari Angin Timur. Sebagai pedekar tampan, Wiro memiliki pesona luar biasa, terbukti banyak yang jatuh hati padanya, diantaranya Anggini, Pandansuri, Ratu Duyung, Puti Andini, Luh Rembulan, Luh Cinta, Peri Angsa Putih, Purnama dan masih banyak lagi yang lain yang terlalu banyak untuk disebutkan. Ciri fisik berpakaian serba putih dan berikat kepala warna putih, berambut gondrong, bertampang lugu bahkan seperti agak sinting, suka cengengesan, cengar-cengir dan garuk-garuk kepala. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar